SELUK - BELUK WASIAT

A.   Pengertian Wasiat


      Kata wasiat (washiyah) diambil dari kata washshaitu asy-syaia, uushiihi, artinya aushaltuhu (aku   menyampaikan sesuatu). Maka muushii (orang yang berwasiat) adalah orang yang menyampaikan pesan diwaktu dia hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati.

     Menurut istilah syara’ wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang ataupun manfaaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat sesudah orang yang berwasiat mati.Menurut Hukum Islam pasal 171 wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.

      Wasiat adalah amanah yang diberikan seseorang menjelang ajalnya atau dia membuat dan berwasiat dalam keadaan sedang tidak sehat, artinya bukan ketika menjelang ajal. Wasiat dapat dipandang sebagai bentuk keinginan pemberi wasiat yang ditumpahkan kepada orang yang diberi wasiat. Oleh karena itu, tidak semua wasiat itu berbentuk harta. Adakalanya wasiat itu berbentuk nasihat, petunjuk perihal tertentu, rahasia orang yang memberi wasiat, dan sebagainya.

      Dari berbagai definisi tersebut dapat di jelaskan bahwa wasiat adalah pemberian seseorang pewaris kepada orang lain selain ahli waris yang berlaku setelah pewaris meninggal dunia.

B.     Dasar Hukum Wasiat

Dalilnya adalah Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’. Allah berfirman,


    1. Al-Qur’an

Terjemahannya : “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 180)

Ma’ruf ialah adil dan baik. wasiat itu tidak melebihi sepertiga dari seluruh harta orang yang akan meninggal itu. ayat ini dinasakhkan dengan ayat mewaris.


   2.  Hadis

Rasulullah bersabda “Tidak  ada hak seorang muslim yang memiliki sesuatu, yang dia wasiatkan sampai dua malam, melainkan hendaknya wasiatnya telah tertulis.” (HR. Al-Bukhari)


   3.  Ijma

Kaum muslimin sepakat bahwa tindakan wasiat merupakan syariat Allah dan Rasul-Nya. Ijma’ didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits.


C.        Proses Terlaksananya Wasiat

1.   Ucapan

Tidak ada perselisihan di antara para ulama fiqih tentang bolehnya wasiat dengan lafadz yang sharih (langsung). Misalnya, ia berkata, “saya wasiatkan barang ini untuk Fulan.” Atau dengan lafadz yang tidak langsung, namun di pahami bahwa itu adalah wasiat. Misalnya dia berkata, “saya berikan kepadanya barang ini setelah saya meninggal dunia.” Atau dia berkata, “saksikanlah bahwasannya sya berwasiat kepada fulan dengan ini.

2.   Tulisan

Wasiat dengan tulisan di berikan oleh orang yang tidak bisa berbicara seperti bisu, atau lisan yang kaku sehingga tidak bisa berucap atau orang yang tidak ada lagi harapan bahwa dia akan bisa berbicara.


3.   Isyarat

Wasiat di anggap sah dari orang yang bisu atau orang yang lisannya kaku, apabila dilakukan dengan isyarat yang bisa di pahami, dengan syarat, orang yang kaku lisannya tidak ada harapan untuk bisa berbicara.

D.   Hukum Wasiat

Menurut Sayyid sabiq, hukum wasiat itu ada beberapa macam yaitu :


1.      Wajib

Wasiat itu wajib dalam keadaan jika manusia mempunyai kewajiban syara’ yang dikhawatirkan akan disia-siakan bila dia tidak berwasiat, seperti adanya titipan, hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia. Misalnya dia mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan, atau haji yang belum dilaksanakan, atau amanat yang harus disampaikan, atau dia mempunyai hutang yang tidak diketahui sselain dirinya, atau dia mempunyai titipan yang tidak dipersaksikan.


2.      Sunah

Wasiat itu disunatkan bila diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat, orang-orang fakir dan orang-orang saleh.

3.      Haram

Wasiat itu diharamkan jika ia merugikan ahli waris. Wasiat yang maksudnya merugikan ahli waris seperti ini adalah batil, sekalipun wasiat itu mencapai sepertiga harta. Diharamkan juga mewasiatkan khamar, membangun gereja, atau tempat hiburan.

4.      Makruh

Wasiat itu makruh jika orang yang berwasiat sedikit harta, sedang dia mempunyai seorang atau banyak ahli waris yang membutuhkan hartanya. Demikian pula dimakruhkan wasiat kepada orang yang fasik jika diketahui atau diduga keras bahwa mereka akan menggunakan harta itu di dalam kefasikan dan kerusakan.

E.    Macam-Macam Wasiat

Wasiat dibagi dua, yaitu:

1.      Wasiat wajib

Wasiat di wajibkan atas orang yang memiliki hutang, dan dia memiliki tanggungan amanah dan janji. Dia wajib menjelaskan semuanya dengan tulisan yang jelas dan terang dengan menentukan jumlah hutang, apakah harus dibayar tunai atau tidak. Begitu juga dengan amanah dan janjinya harus di jelaskan, agar ahli warisnya tidak kebingungan ketika menjalankan wasiatnya.


 2.    Wasiat sunnah

Wasiat sunnah atau anjuran adalah wasiat untuk memberikan sepertiga atau kurang dari harta kepada selain ahli waris. Hal ini di sunnahkan dan di belanjakan untuk kebajikan, baik di khususkan kepada orang-orang tertentu yang masih kerabat atau orang lain. Boleh juga untuk keperluan tertentu, seperti Masjid atau untuk kepentingan yang lebih umum (misalnya untuk masjid, sekolah perpustakaan dan lain-lain).

F.     Ukuran Wasiat

Tidak di perbolehkan memberikan wasiat lebih dari sepertiga harta. Ini berdasarkan sabda Nabi kepada Sa’ad ketika dia bertanya, “Apakah saya diperbolehkan berwasiat dengan seluruh hartaku..? “Rasulullah menjawab, “Tidak.” Dia bertanya lagi, “Setengahnya..?” Beliau menjawab, “Tidak.” Dia bertanya lagi, “Sepertiganya..?” Beliau bersabda: “Ya, sepertiga dan sepertiga itu sudah banyak.” (Muttafaq’ Alaih)


G.     Syarat Sahnya Wasiat

    Hendaknya dilakukan dengan adil.
    Di berikan untuk sesuatu yang di syariatkan oleh Allah lewat lisan Nabi-Nya.
    Orang yang memberi wasiat agar mengikhlaskan amalnya untuk Allah, dan wasiatnya ditujukan untuk kegiatan sosial dan kebaikan.

H.     Syarat-Syarat Wasiat

Ada tiga unsur penting dalam wasiat. Yaitu pemberi wasiat, penerima wasiat dan hal yang diwasiatkan. Semuanya memiliki syarat-sayarat tertentu.

1.   Syarat pemberi wasiat

a.      Pemberi wasiat adalah seorang yang dibolehkan untuk melakukan transaksi.

b.      Sebagai pemilik sendiri.

c.       Atas keridahan dan keinginan sendiri.

2.   Syarat penerima wasiat

a.   Hendaknya untuk kebaikan atau hal-hal yang di bolehkan.

b.    Hendaknya penerima wasiat ada ketika diberikan wasiat, baik dengan sebenarnya atau

     perkiraan. Dengan demikian, adalah sah berwasiat untuk orang yang tidak berada (pada tempat wasiat).

c.       Hendaknya penerima wasiat suda diketahui.

d.      Hendaknya dia boleh memiliki atau mendapatkan haknya.

e.       Bukan seorang pembunuh.

f.       Bukan termasuk ahli waris

    Syarat benda yang diwasiatkan

a.      Hendaknya berupa harta yang bisa diwariskan.

b.      Hendaknya harta tersebut bisa dihargai menurut pandangan agama.

c.       Hendaknya bisa dimiliki walaupun belum ada ketika dikeluarkannya wasiat.

d.      Apa yang diwasiatkan menjadi milik pemberi wasiat ketika menyampaikan wasiatnya.

e.       Apa yang diwasiatkan tidak berupa sesuatu yang maksiat atau di haramkan secara syariat.


I.    Pembatalan Wasiat

        Wasiat bisa batal jika :

     a.      Menarik kembali wasiat, baik dengan sharih (langsung), atau sindiran.

     b.      Menggantungkan wasiat kepada sesuatu yang belum terwujud.

     c.       Tidak ada peninggalan (warisan) yang menjadi wasiat.

     d.      Pemberi wasiat tidak boleh berwasiat.

    e.       Pemberi wasiat keluar dari Islam menurut sebagian ulama.

    f.       Pemberi wasiat mengembalikan wasiat yang dia terima.

    g.      Meninggalkan penerima wasiat yang telah ditentukan sebelum meninggalkannya pemberi

wasiat.

    h.      Penerima wasiat membunuh pemberi wasiat.

    i.        Rusaknya sesuatu yang diwasiatkan, atau munculnya kepemilikannya.

   j.        Wasiat batal apabila di berikan kepada salah seorang ahli waris dan tidak diizinkan oleh ahli

             waris yang lainnya.











DAFTAR PUSTAKA

    Shalih Bin Ghanim As-Sadlan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid. Intisari Fiqih Islam, lengkap dengan jawaban praktis atas permasalahan Fiqih sehari-hari, cet. 2 ; Surabaya; pustaka La Raiba Bima Amanta  2009.

    Sulaiman Rasjid. Fiqih Islam, Cet. 39; Bandung; sinar baru Algensindo, 2006.

    Nasution, Lahmuddin. Fiqh 1, jilid. 1; Logos; wacana ilmu dan pemikiran.

    Djazuli,A. Fiqh Siyâsah : Jakarta: Kencana; Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syariah  2003.
    Abu Amar, Imron. Terjemah Fathul Qarib. Kudus : Menara Kudus. 2009.



Post a Comment

0 Comments